Jumat, 17 Oktober 2014

Sejarah Keperawatan Pada Masa Perang Dunia Ke II

MAKALAH
SEJARAH KEPERAWATAN PERANG DUNIA KE II
Ditujukan untuk memenuhi tugas Konsep Dasar Keperawatan
Dosen Pengajar : Abdul Ghofar, S.Kep. Ners, M.Pdi



                                          
Disusun Oleh  : Kelompok VI
1. Firman Fanani Arinanda          (7113005)
2. Indri Ardina                 (7113008)
3. Adhie ayu kurniawati              (7113001)
4. Nadofha                                   (7113015)
5. Laili andhika sari                      (7113010)


PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2014



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
             Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Makalah “Sejarah Perkembangan Keperawatan Sesudah Perang Dunia II ”. Adapun makalah ini dibuat adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah dari Bapak. Abdul Ghofar, S.Kep. Ners, M.Pdi selaku dosen Mata Kuliah  KDK (Konsep Dasar Keperawatan), yang diselesaikan sesuai sumber yang diberikan dalam penugasan.
Ucapan terimakasih kami persembahkan kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telas membantu terselesaikannya makalah ini, antara lain berterimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad ahro, MA selaku Rektor UNIPDU Jombang.
2. Bapak Dr. H. M. Zulfikar As'ad, MMR, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UNIPDU Jombang.
3. Bapak Abdul Ghofar S. Kep. Ners, M.Pd.I selaku Ka.Prodi D3 Keperawatan dan Dosen pengajar mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan UNIPDU Jombang.
4. Dan teman-tema yang selalu mensupport pengerjaan makalah ini.
Karena proses penulisan Makalah ini masih jauh dari  sempurna, kami membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dalam pembuatan Makalah di masa yang akan mendatang. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jombang, 01 Oktober 2013




Penyusun


                                                   

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. 3
DAFTAR ISI ………………………………………………….................... 4
BAB I PENDAHALUAN …………………………………………………. 5
1. 1 Latar Belakang …………………………………………….. 5
1.2 Tujuan …………………………………………………........ 6
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………... 7
2.1 Zaman sebelum Perang Dunia II …………………………… 7
2.2 Masa selama Perang Dunia II ……………………………… 8
2.3 Masa Pasca Perang Dunia II ……………………………….. 8
PENUTUP …………………………………………………………............. 9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………........10


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di dunia dapat diawali Pertama, sejak zaman manusia itu diciptakan (manusia itu ada) di mana pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri untuk merawat diri sendiri sebagai mana tercermin pada seorang ibu. Naluri yang sederhana adalah memelihara kesehatan dalam hal ini adalah menyusui anaknya sehingga harapan pada awal perkembangan keperawatan, perawat harus memiliki naluri keibuan (mother instinct). Perkembangan keperawatan ini mulai bergeser kearah spiritual, dimana orang sakit disebabkan karena adanya dosa atau kutukan tuhan.
Pada zaman sebelum perang dunia kedua, pada masa perang dunia kedua ini timbul prinsip rasa cinta sesama manusia dimana saling membantu manusia yang membutuhkan. Pada masa sebelum perang dunia kedua ini tokoh keperawatan Florence Nightingale (1820-1910) menyadari pentingnya adanya suatu sekolah untuk mendidik para perawat. Florence Nightingale mempunyai pandangan bahwa dalam mengembangkan keperawatan perlu dipersiapkan pendidikan bagi perawat, ketentuan jam kerja perawat dan mempertimbangkan pendapat perawat. Usaha Florence Nightingale adalah dengan menetapkan struktur dasar di pendidikan perawat diantaranya mendirikan sekolah perawat, menetapkan tujuan pendidikan perawat serta menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki oleh calon perawat. Florence Nightingale dalam merintis profesi keperawatan diawali dengan membantu para korban perang krim (1854-1856) antara roma dan turki yang dirawat di sebuah barak rumah sakit (scutori) yang akhirnya mendirikan sebuah rumah sakit dengan nama rumah sakit Thomas di London dan juga mendirikan perawatan dengan nama Nightingale Nursing School.

1.2 Tujuan
1.        Agar kita mengetahui sistem perkembangan keperawatan sebelum dan sesudah Perang Dunia II.
2.        Agar proses keperawatan dapat berkembang dengan baik dalam dunia keperawatan.
3.        Agar meningkatkan mutu keperawatan di kalangan masayrakat.
4.        Agar dapat memperluas pengetahuan perawat tentang perkembangan keperawatan.
   

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Zaman sebelum Perang Dunia II
Florence Nightingale (1820-1910) merupakan tokoh pembaharuperawatan pada saat itu dan bahkan sering disebut Ibu Perawatan. Padawaktu itu, Florence Nightingale sudah menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para calon perawat, agar dapat diberikanpengetahuan, keterampilan dan pembinaan mental sehingga dihasilkantenaga perawatan yang berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampildalam melaksanakan perawatan. Beliau menetapkan struktur dasar sebagai prasyarat dalam pendidikan perawat :
a.         Mendirikan sekolah perawat.
b.        Menentukan tujuan pendidikan perawat
c.         Menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki para calon sebagai dasar  perawatan.

Di samping itu, Florence Nightingale telah berpendapat bahwa.
a.         Perlu persiapan pendidikan  yang   berlainan  bagi   perawat   pelaksana dan perawat administrator atau supervisor.
b.        Perlu diperhatikan bahwa   harus   ada  perubahan   tentang   jam   kerja perawat yang waktu itu  berlangsung   12   jam/hari dan 7 hari / minggu.
c.         Perlu diperhatikan peningkatan pendapatan perawat setiap 6 bulan, mengingat beban dan tanggung jawab mereka.Namun, secara menyeluruh perkembangan perawat dari zaman Florence Nightingale sampai pecah perang dunia II dinilai sangat kecilatau hampir tidak ada perubahan. Oleh Karena itu, masa ini sering disebutsebagai masa pemeliharaan.

2.2 Masa selama Perang Dunia II
Masa selama Perang Dunia II ini tekanan bagi dunia pengetahuan dalam penerapan teknologi akibat penderitaan panjang sehingga perlu meningkatkan diri dalam tindakan perawat mengingat penyakit dan korban perang yang beraneka ragam.

2.3 Masa Pasca Perang Dunia II
Akibat Perang dunia II yang mengakibatkan banyaknyapenderitaan bagi penduduk dunia telah menggugah semua pihak untuk memperbaiki keadaan dunia. Dasar pemikiran semula, “the nurse must  give total patient care” dalam arti sempit telah berkembang, dalam artiluas perawat lebih menyadari atas makna totality of the individual client dari sebelumnya. Oleh karena itu terjadi perubahan dari perawat bekerjasendiri menjadi bekerja team.
Dalam dekade ini telah dilancarkan perjuangan untuk pengakuan keperawatan sebagai profesi. Lucille Brown (1948) menulis sebuahlaporan tentang pengakuan perawat sebagai profesi merupakan titik tolak yang besar untuk kehidupan perawat dan profesi perawat. Iamemperhatikan penghargaan pada perawat dalam kaitannya dengantanggung jawab sebagai penyelenggara pelayanan perawatan yangbermutu. Untuk itu disadari perlunya suatu pengelolaan pelayanankeperwatan yang baik untuk menjamin mutu dan sekaligus tersedia alatevaluasi keperawatan tersebut.
  

BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
a)        Keperawatan dalam arti merawat orang sakit sudah dikenal sejak zaman purba, dalam perkembangannya keperawatan mengalami beberapa pergeseran pandagan, yaitu yang diawali dari pandangan keperawatan sebagai pelayanan vokasional dan hanya perpanjangan tangan-tenaga medis kepada keperawatan sebagai pelayanan profesional.
b)        Keperawatan sebagai profesi di Indonesia mulai di sadari pada awal tahun 1983 yaitu setelah disepakatinya keperawatan berada pada jenjang pendidikan tinggi. Sejak tahun itulah terjadi proses profesionalisasi di bidang keperawatan yang berlangsung sampai sekarang. Keperawatan sebagai suatu profesi saati ini sudah semakin jelas, hal ini dapat dilihat dari perkembangan pendidikan tinggi keperawatan, perkembangan konsep da perangkat hukum yang mengatur tentang praktik keperawatan profesional hingga saat ini belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat luas.
c)        Di era modern ini kita telah melihat perkembangan jenjang pendidikan keperawatan yang cukup pesat. Dunia keperawatan juga telah memiliki banyak jurnal ilmiah yang berfungsi untuk memperluas basis pengetahuan profesi.
d)       Dengan mengetahui perkembangan keperawatan di dunia akan mempengaruhi pengetahuan perawat sehingga kualitas pelayanan semakin meningkat dan bermutu sesuai dengan perkembangan perubahan zaman. Dengan demikian pelayanan yang di berikan harus sesuai dengan  proses perkembangan keperawatan di dunia sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang baik di seluruh lapisan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul H, 2008. Pengantar Konsep Dasar  Keperawatan  Jakarta : Salemba Medika
Kozier, B. 1998.  Concepts and IssuesMento Park California:
Addison Wesley Publishing Company, Inc.
Gaffar, LOJ. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC





Senin, 13 Oktober 2014

Teori atau Model Konsep Keperawatan

MAKALAH
Konsep Dasar Keperawatan
"Teori atau Model Konsep Keperawatan"







Disusun Oleh : Kelompok II
1. Adhie Ayu Kurniawati
2. Indri Ardina
3. Musyarofah
4. Sahroni
5. Doni Dwi Saputra


PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2013





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas petunjuk dan hidayahnya sehingga kami dapat merangkum makalah ini untuk memenuhi tugas.

Makalah ini berisi Uraian dan Penjelasan tentang Konsep Dasar Keperawatan yang bertrema Teori atau Model-Model Keperawatan. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat ini dan  masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran sebagai perbaikan ini. Dan akhirnya, semoga Makalah yang kami buat ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun bagi pembaca.






Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
Bab II Isi 3
2.1 Pengertian Teori dan Model keperawatan 3
2.2 Pandangan beberapa ahli tentang Teori dan Model keperawatan 3
A. Teori Dorothy Johnson 3
B. Teori Imogene King 6
Bab III Penutup 8
3.1 Kesimpulan 8
Daftar Pustaka 9



BAB I
Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Konsep merupakan suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat di organisir menjadi simbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan. Teori ini sendiri merupakan sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa, atau kejadian yang didasari oleh fakta-fakta yang telah di observasi, tetapi kurang absolut (kurang adanya bukti) secara langsung.
Teori keperawatan digunakan untuk menyusun suatu model konsep dalam keperawatan, sehingga model keperawatan tersebut mengandung arti aplikasi dari struktur keperawatan itu sendiri yang memungkinkan perawat untuk mengaplikasikan ilmu yang pernah di dapat di tempat mereka bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat. Model konsep keperawatan ini digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan yan akan diterapkan sesuai kondisi dan situasi tempat perawat tersebut bekerja. Mengingat dalam model praktek keperawatan mengandung komponen dasar seperti ;adanya keyakinan dan nilai yang mendasari sebuah model, adanya tujuan praktek yang ingin dicapai dalam memberikan pelayanan ataupun asuhan keperawatan terhadap kebutuhan semua pasien, serta adanya pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh perawt dalam mencapai tujuan yang ditetepkan sesuai kebutuhan pasien.
Berdasarkan hal tersebut di atas, mak perlunya memepelajari Teori dan Model Keperawatan yang telah ada, sebagai salah satu kunci dalam mengembangkan ilmu dan praktek serta profesi keperawatan di indonesia. Pada kesempatan kal ini penuis mencoba memaparkan "Teoti dan Model Keperawatan" sekaligus untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan.   



1.2  Tujuan Penulisan
1. Menambah pengetahuan tentang Teori dan Konsep keperawatan menurut Johnson dan King.
2. Memenuhi tugas Mata kuliah Konsep Dasar keperawatan




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori dan Konsep Model Keprawatan
Teori adalah hubungan beberapa konsep atau kerangka konsep, atau definisi yang memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antar konsep-konsep tersebut dengan maksud untuk menguraikan, menerangkan, meramalkan atau mengendalikan suatu fenomena. Teori dapat di uji, diubah atau digunakan sebagai sesuatu pedoman dalam penelitian.
Teori keperawatan di definisikan oleh steven (1984) sebagai usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan. Teori keperawatan berperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lain dan bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, memperkirakan dan mengkontrol hasil asuhan atau pelayanan keperawatan yang dilakukan.


2.2 Pandangan Beberapa Ahli tentang Teori dan Model Konsep Keperawatan

A. TEORI JOHNSON
Model teori keperawatan menurut johnson adalah dengan pendekatan sistem perilaku, baik individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbang dan stabilitas, baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkannya. Sebagai suatu sistem, di dalamnya terdapat komponen sub sistem yang membentuk sistem tersebut, diantara komponen sistem yang membentuk sistem perilaku menurut johnson adalah  :
1. Ingestif, yaitu sumber dalam memelihara integritas serta mencapai kesenangan dalam pencapaian pengakuan dari lingkungan.
2. Achievement, merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui keterampilan yang kreatif.
3. Agresif, merupakan bentuk mekanisme pertahana diri atau perlindungan dari berbagai ancaman yang ada di lingkungan.
4. Elimnasi, merupakan bentuk pengeluaran segala sesuatu dari sampah atau barang yang tidak berguna secara biologis.
5. Seksual, digunakan dalam pemenuhan kebutuhan saling mencintai dan dicintai.
6. Gabungan/tambahan, merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahan dalam memepertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaian dalam kehidupan sosial, keamanan, dan kelangsungan hidupnya.
7. Ketergantungan, merupakan bagian yang memebentuk sistem perilaku dalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan.
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress aktual/potensial dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi.
Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacau pada pengelompokkan                                                                                                                                                                                                            perilaku berikut :
1. Perilaku keamanan
2. Perilaku mencari perawatan
3. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internasionalisai prestasi.
4. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secara nasional dan kultural.
5. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan kultural.
6. Perilaku seksual dan identitas peran.
7. Perilaku melindungi diri sendiri.

Menurut johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas , yang disebut sub sistem perilaku. Dalam kondisi seperti normal klien berfungsi secara efektif di dalam lingkungannya. Akan tetapi ketika stress mengganggu adaptasi normal, klien menjadi tidak dapat di duga dan tidak jelas. Perawat mengidentifikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti ini  dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Dorothy E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu individu memfasilitasi tingkah laku yang efektif untuk mencegah timbulnya penyakit. Manusia adalah makhluk yang utuh dan terdiri dari 2 sistem yaitu sistem biologi dan tingkah laku tertentu. Lingkungan termasuk masyarakat adalah sistem eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
Seseorang dikatakan sehat jika mampu mampu berespon adaptif baik fisik, mental, emosi, dan sosial terhadap lingkungan lingkungan internal dan eksternal dengan harapan dapat memelihara kesehatannya. Asuhan keperawatan dilakukan untuk membantu keseimbangan individu terutama yang dilakukan ketika ia sakit .
Menurut Johnson ada 4 tujuan asuhan keperawatan kepada individu. Yaitu agar tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan dan harapan masyakat, mampu beradaptasi terhadap perubahan fungsi tubuhnya, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain atau produktif serta mampu mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.



2.2  Teori Imogene King
King memahami model konsep dan teori keperawatan dengan menggunakan pendekatan sistem terbuka dalam hubungan interaksi yang konstan dengan lingkungan, sehingga King mengemukakan dalam model konsep interaksi.
Dalam mencapai hubungan interaksi, king mengemukakan konsep kerjanya yang meliputi adanya sistem personal, sistem interpersonal dan sisitem sosial yang saling berhubungan satu dengan yang lain, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Menurut King sistem personal merupakan sistem terbika dimana didalamnya terdapat persepsi, adanya pola tumbuh kembang, gambaran tubuh, ruang dan waktu dari individu dan lingkungan, kemudian hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antar perawat dan pasien serta hubungan sosial yang mengandung arti bahwa suatu interaksi perawat dan pasien dalam menengakkan sistem sosial sesuai dengan situasi yng ada. Melalui dasar sistem tersebut maka King memandang manusia merupakan individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi, orang dan objek. Manusia sebagai mahkluk yang berorientasi terhadap waktu tidak lepas dari masa lalu dan sekarang yang dapat mempengaruhi masa yang akan datang dan sebagai mahkluk sosial manusia akan hidup bersama dengan orang lain yang akan berinteraksi satu dengan yang lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka manusia memiliki tiga kebutuhan dasar yaitu kebutuhan terhadap informasi kesehatan, kebuuhan terhadap pencegahan penyakit dan kebutuhan terhadap perawatan ketika sakit. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, King mengemukakan pendeketan teori yang terdiri dari komponen, diantaranya :
1. Aksi merupakan proses awal hubungan dua individu dalam berperilaku, dalam memahami atau mengenali kondisi yang ada dalam keperawatan dengan digambarkan hubungan perawat dengan klien untuk melakukan kontrak atau tujuan yang diharapkan.
2. Reaksi adalah suatu bentuk tindakan yang terjadi akibat dari adanya aksi dan merupakan respon dari individu.
3. Interaksi merupakan suatu bentuk kerja sama yang saling mempengaruhi antara perawat dan klien yang terwujud dalam komunikasi.
4. Transaksi merupakan kondisi dimana antara perawat dan klien terjadi suatu persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan. 




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori adalah hubungan beberapa konsep atau kerangka konsep, atau definisi yang memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antar konsep-konsep tersebut dengan maksud untuk menguraikan, menerangkan, meramalkan atau mengendalikan suatu fenomena. Teori dapat di uji, diubah atau digunakan sebagai sesuatu pedoman dalam penelitian.
Model teori keperawatan menurut johnson adalah dengan pendekatan sistem perilaku, baik individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbang dan stabilitas, baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkannya. Sebagai suatu sistem, di dalamnya terdapat komponen sub sistem yang membentuk sistem tersebut. komponen sistem yang membentuk sistem perilaku menurut johnson adalah  :
Ingestif, Achievement, Agresif, Eliminasi, Seksual, Gabungan/tambahan, Ketergantungan,.
Sedangkan King memahami model konsep dan teori keperawatan dengan menggunakan pendekatan sistem terbuka dalam hubungan interaksi yang konstan dengan lingkungan, sehingga King mengemukakan dalam model konsep interaksi. Dalam mencapai hubungan interaksi, king mengemukakan konsep kerjanya yang meliputi adanya sistem personal, sistem interpersonal dan sisitem sosial yang saling berhubungan satu dengan yang lain. King mengemukakan pendeketan teori yang terdiri dari komponen, diantaranya :
Aksi,  Reaksi, Interaksi, Transaksi.



Daftar Pustaka
Julia B George (1989), Nursing Theories the Bse for Professional Nursing Practice, third edition, New Jersey
La Ode Jumadi Gaffar (1999), Pengantar Keperawatan  Profesional, ECG, Jakarta
Poter PA & Vaughan (1986), Fundamental of Nursing; Concept, Process and Practice, ST Louis Cv Mosby Company

Minggu, 12 Oktober 2014

Artikel Jaminan Kesehatan Nasional





SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Pendahuluan
            Dalam upaya mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan, maka Pemerintah Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2014 akan menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyatnya secara bertahap hingga 1 Januari 2019. Jaminan kesehatan ini merupakan pola pembiayaan yang bersifat wajib, artinya pada tanggal 1 Januari 20019 seluruh masyarakat Indonesia (tanpa terkecuali) harus telah menjadi peserta.  Melalui penerapan Jaminan Kesehatan Nasional ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin yang tidak berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan di kala sakit karena tidak memiliki biaya.
            Banyak pihak menyambut baik inisiatif pemerintah tersebut, mengingat penerapan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan upaya pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang Dasar 1945, khususnya mengenai pemenuhan hak atas kesehatan bagi warganya. Namun di sisi lain, ada juga pihak yang merasa khawatir akan ‘runtuhnya’ para digma sehat yang sudah dibangun selama ini akibat penerapan pola pembiayaan tersebut.
Dikhawatirkan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan menjadi ‘luntur’. Kebiasaan-kebiasaan seperti makan makanan bergizi, berolah raga, tidak merokok, imunisasi, penimbangan bayi/balita, dan sebagainya kemudian ditinggalkan.   Kekhawatiran tersebut sangat mungkin terjadi, karena perilaku manusia merupakan kondisi yang bersifat dinamis, dapat saja berubah akibat pengaruh berbagai macam faktor baik yang berasal dari diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
            Makalah ini disusun untuk mengkaji melalui studi kepustakaan teori mengenai perilaku sehat seorang manusia. Hasil kajian diharapkan dapat membantu memahami bagaimana menjaga bahkan meningkatkan perilaku sehat dalam konteks pengembangan jaminan kesehatan.



Landasan Teoretis
            Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau  iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan ini disebut Jaminan Kesehatan Nasional karena semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.(Kementerian Kesehatan RI, 2013)
            Jaminan Kesehatan Nasional merupakan pola pembiayaan pra-upaya, artinya pembiayaan kesehatan yang dikeluarkan sebelum atau tidak dalam kondisi sakit. Pola pembiayaan pra-upaya menganut hukum jumlah besar dan perangkuman risiko. Supaya risiko dapat disebarkan secara luas dan direduksi secara efektif, maka pola pembiayaan ini membutuhkan jumlah besar peserta. Oleh karena itu, pada pelaksanaannya, Jaminan Kesehatan Nasional mewajibkan seluruh penduduk Indonesia menjadi peserta agar hukum jumlah besar tersebut dapat dipenuhi. Perangkuman risiko terjadi ketika sejumlah individu yang berisiko sepakat untuk menghimpun risiko kerugian dengan tujuan mengurangi beban (termasuk biaya kerugiam/klaim) yang harus ditanggung masing-masing individu.(Azwar, 1996; Murti, 2000)
            Peserta Jaminan Kesehatan Nasional dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : (1) penerima bantuan iuran, yang meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu; dan (2) bukan penerima bantuan iuran, yang meliputi pekerja formal dan informal beserta keluarganya.
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/ atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Atas dasar iuran yang dibayarkan setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. (Kementerian Kesehatan RI, 2013)
            Perilaku manusia merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Berdasarkan bentuk respons tersebut Skinner membedakannya menjadi :
(1)   Respondent response atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
(2)   Operant response atau instrumental response, yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang disebut reinforcing stimulus.(Notoatmodjo, 2007)
Terkait dengan perilaku manusia dalam bidang kesehatan, Becker membuat klasifikasi sebagai berikut :
(1)   Perilaku sehat (health behavior), yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehataanya. Misalnya olah raga teratur, tidak merokok, istirahat yang cukup, dan sebagainya.
(2)   Perilaku sakit (illness behavior), yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Misalnya dengan mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan
(3)   Perilaku peran sakit (the sick behavior), yaitu berbagai tindakan yang dilakukan berkaitan dengan peran sosial individu yang sedang sakit. Perilaku ini meliputi :
i.                    tindakan untuk memperoleh kesembuhan
ii.      mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang layak
iii.    mengetahui hak orang sakit (misalnya memperoleh pelayanan kesehatan) dan melaksanakan kewajiban (misalnya memberitahukan penyakitnya pada petugas kesehatan)
Sebagian besar perilaku manusia merupakan operant atau instrumental response, artinya sebagian besar perilaku manusia berkembang dan bisa berubah melalui stimulus tertentu. Demikian pula halnya dengan perilaku manusia dalam bidang kesehatan, berbagai macam stimulus dikembangkan oleh petugas kesehatan agar manusia berperilaku yang mendukung tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.(Notoatmodjo, 2007)
            Ada berbagai macam model/ teori yang mencoba menerangkan hal-hal yang mempengaruhi atau hal-hal yang dialami seseorang sebelum melakukan suatu tindakan yang berakitan dengan kesehatan, diantaranya health belief model; teori planned behavior; teori kognitif sosial; hingga model ekologi. Namun untuk perilaku sehat banyak kepustakaan yang mengaitkannya dengan health belief model (HBM).(Edberg, 2007; Sarwono, 2007; Notoatmodjo, 2007; Muzaham, 1995; Sunarto, 2002)
            Health belief model dikembangkan pada tahun 1950-an melalui penelitian dalam bidang psikologi sosial dari United State Public Health Service, yaitu Godfrey Hocbaum, Irwin Rosenstock, dan Stephen Kegeles. Model ini merumuskan bahwa perilaku sehat seorang individu dimotivasi oleh faktor-faktor berikut :
(1)   Persepsi kerentanan (perceived susceptible), yakni derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan
(2)   Persepsi keparahan (perceived seriousness), yakni tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah
(3)   Persepsi manfaat (perceived benefits), yakni hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari suatu tindakan
(4)   Persepsi hambatan (perceived barriers), yakni hasil negatif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari suatu tindakan
(5)   Petunjuk untuk bertindak (cues to action), yakni peristiwa eksternal untuk memotivasi seseorang untuk bertindak
(6)   Efikasi diri (self-efficacy), yakni kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan tindakan.(Edberg, 2007)

Hasil Kajian
            Sedikit sekali kepustakaan yang membahas mengenai perilaku sehat seorang individu, berbeda tentang pembahasan mengenai perilaku sakit. Hal ini dapat dipahami karena perilaku sehat merupakan kondisi yang diharapkan dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat.
Kementerian Kesehatan sendiri baru meluncurkan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tahun 1996. Program ini diluncurkan sebagai upaya untuk menumbuhkan perilaku sehat, yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam pelaksanaannya program ini menjangkau 5 tatanan (tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain) yaitu Rumah Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat-tempat Umum.(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Program PHBS pada tatanan rumah tangga merupakan sekumpulan tindakan yang mencerminkan perilaku sehat yang diharapkan pada masyarakat umumnya. Ragam tindakan tersebut meliputi (Kementerian Kesehatan RI 2010):
(1)      Tidak merokok
(2)      Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
(3)      Imunisasi
(4)      Penimbangan balita
(5)      Gizi Keluarga/sarapan
(6)      Kepesertaan Askes/JPKM
(7)      Mencuci tangan pakai sabun
(8)      Menggosok gigi sebelum tidur
(9)      Olah Raga teratur
Dalam buku pedoman badan penyelenggara jaminan sosial telah dijelaskan bahwa manfaat yang akan diperoleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional adalah manfaat promotif-preventif, dimana salah satu pelayanannya adalah penyuluhan kesehatan perorangan mengenai (paling tidak) pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Berdasarkan fakta tersebut, dapat diasumsikan bahwa penerapan Jaminan Kesehatan Nasional telah mempertimbangkan mengenai pengembangan perilaku sehat dalam mendukung keberhasilan upaya penerapan tersebut. Menumbuhkan perilaku sehat menjadi bagian penting dalam keberhasilan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, mengingat bahwa jaminan kesehatan nasional merupakan bentuk pembiayaan kesehatan pra-upaya, dimana hukum jumlah besar dan perangkuman risiko harus selalu dijaga. Hal ini relevan dengan hasil studi yang menunjukkan penerapan pola pembiayaan pra-upaya melalui jaminan kesehatan daerah dimana biaya pelayanan kesehatan tertentu ditanggung pemerintah (yang sering diartikan ‘pengobatan gratis’ oleh masyarakatnya); seringkali diikuti oleh meningkatnya angka kunjungan rawat jalan di fasilitas kesehatan.(Mukti, Moertjahjo, 2008, Nurman, Martiani, 2008)
Memang belum ada bukti bahwa peningkatan tersebut merupakan dampak dari perilaku tidak sehat, namun mengacu pada pendapat Blum yang menyatakan bahwa determinan perilaku memiliki proporsi yang lebih besar terhadap derajat kesehatan dibandingkan dengan determinan ketersediaan pelayanan kesehatan dan keturunan, maka semestinya menumbuhkembangkan perilaku sehat dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan semestinya dapat menurunkan angka kunjungan rawat jalan di fasilitas kesehatan.
Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional dapat mempengaruhi perilaku sehat peserta jaminan, Adanya iuran seringkali dipersepsikan salah oleh peserta jaminan; mereka akan merasa rugi apabila telah membayar iuran namun tidak bisa memanfaatkannya karena tidak menderita suatu penyakit. Peserta akan sulit sekali diajak untuk menjalankan perilaku sehat dalam rumah tangganya.
Dengan demikian, menumbuhkembangkan perilaku sehat dalam konteks penyelenggaraan jaminan kesehatan merupakan keharusan untuk dilaksanakan secara terstruktur dan berkesinambungan. Untuk menumbuhkembangkan perilaku sehat secara terstruktur dan berkesinambungan, pengelola jaminan kesehatan nasional dapat memanfaatkan 6 komponen motivasi dari pendekatan health belief model.
Komponen pertama adalah bagaimana memunculkan persepsi kerentanan pada peserta dengan menumbuhkan pemahaman dan keyakinan bahwa perilaku tidak sehat akan menghasilkan derajat risiko yang besar sekalipun biaya pengobatan sudah dijamin. Misalnya dengan memberikan ilustrasi mengenai besarnya kehilangan pendapatan akibat proses penyembuhan.
Komponen kedua adalah bagaimana memunculkan persepsi keparahan pada peserta dengan menumbuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa perilaku tidak sehat berhubungan dengan derajat keparahan penyakit. Misalnya dengan memberikan ilustrasi mengenai pentingnya imunisasi.
Komponen ketiga dan keempat adalah bagaimana memunculkan persepsi manfaat dan meniadakan persepsi hambatan pada peserta dengan menunjukkan hasil-hasil positif apabila peserta menjalankan perilaku sehat dan sebaliknya menunjukkan hasil-hasil negatif apabila peserta tidak menjalankan perilaku sehat. Misalnya dengan perilaku sehat dapat meningkatkan konsentrasi pada anak sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya, sebaliknya apabila anak tidak menjalankan perilaku sehat maka jika sakit berarti sang anak tidak bisa mengikuti pelajaran sehingga prestasi belajar bisa terhambat.
Komponen kelima adalah bagaimana menyusun petunjuk bagi peserta melalui suatu peristiwa eksternal yang dapat memotivasinya untuk bertindak. Beberapa kegiatan bisa dirancang untuk tahapan ini, misalnya melalui lomba rumah sehat, balita sehat, dan lain sebagainya.
Komponen keenam adalah bagaimana membangkitkan efikasi diri pada peserta untuk meyakinkan bahwa dirinya mampu menjalankan perilaku sehat. Perubahan perilaku tentunya tidak bisa terjadi sekaligus namun bertahap, oleh karena itu penting untuk memberi kesempatan pada peserta untuk melaksanakan perilaku hidup sehat sesuai kemampuannya. Penyediaan lembar informasi brosur/ buklet akan sangat membantu pada tahapan ini.
Penyesuaian tentunya harus senantiasa dilakukan, penerapan health belief model dalam pelaksanaan perilaku sehat mungkin perlu dilakukan pentahapan tergantung situasi kondisi yang dihadapi. Misalnya tahap yang menjadi target tahap pertama adalah mencuci tangan dengan sabun, kemudian menggosok gigi sebelum tidur dan seterusnya.
Evaluasi perlu dilakukan bukan hanya pada berapa banyak perilaku sehat yang sudah dilaksanakan ataupun berapa banyak keluarga yang telah menjalankan perilaku sehat; namun juga dampaknya pada kejadian sakit (kunjungan rawat jalan).
Permasalahan yang sering dihadapi berkaitan dengan perilaku sehat dan sakit adalah konsep individu tentang sehat dan sakit itu sendiri. Sakit merupakan penilaian subyektif seseorang terhadap pengalaman menderita sakit sehingga sering dijumpai individu yang secara obyektif terserang penyakit/ adanya organ tubuh yang mengalami gangguan fungsi namun dia tidak merasa sakit dan melakukan aktifitas sehari-hari.
Persepsi subyektif ini sering kali menyebabkan rendahnya kesadaran seseorang untuk menjalankan perilaku sehat. Seorang perokok akan sulit (bahkan enggan) menghentikan kebiasaan merokoknya apabila tidak mengalami gangguan batuk yang menghalangi aktifitas sehari-harinya. Keadaan menjadi rumit apabila persepsi ini diberlakukan sama terhadap orang lain, seperti seorang suami yang merokok di dalam rumah, atau merokok di tempat umum. Kondisi-kondisi tersebut dapat mengancam kegagalan upaya pelaksanaan perilaku sehat. Seorang perokok biasanya akan menghentikan kebiasaannya ketika sudah mengalami gangguan berat pada saluran pernafasannya (misalnya kanker paru-paru), tentunya keputusan yang sudah sangat terlambat.
Bercermin pada permasalahan tersebut di atas maka penerapan health belief model dalam mendukung terbentuknya perilaku sehat, harus dilakukan secara aktif. Pelayanan promotif-preventif Jaminan Kesehatan Nasional harus diberikan pada setiap peserta tanpa menunggu penderita datang ke fasilitas pelayanan kesehatan di kala mereka sakit. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dapat memastikan bahwa kunjungan rumah juga dilakukan (misalnya dengan bekerja sama dengan Puskesmas setempat), untuk memastikan setiap peserta telah (senantiasa) menjalankan perilaku sehatnya.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga harus memastikan bahwa kegiatan penyuluhan perorangan harus dilakukan oleh setiap pemberi pelayanan (provider) yang sedapat mungkin melibatkan kepala keluarga sehingga perilaku sehat tidak diterapkan secara individu namun secara bersama-sama dalam suatu rumah tangga (sebagaimana yang ditempuh oleh program perilaku hidup bersih dan sehat.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga harus mengidentifikasi program-program/ kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang pelaksanaan perilaku sehat pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (seperti Program Perilaku Bersih dan Sehat, Program Perawatan Kesehatan Masyarakat, Posyandu, Posbindu, dan lain sebagainya). Melalui kegiatan identifikasi tersebut dapat dilakukan sinergi pelayanan promotif-preventif sehingga akan lebih mudah dalam mencapai terlaksananya perilaku sehat pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

Simpulan
(1)      Perilaku manusia senantiasa berkembang dan berubah tergantung seberapa besar faktor-faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar individu mempengaruhinya. Demikian pula halnya dengan perilaku sehat, kesadaran seseorang untuk menjalankan perilaku sehat dapat terganggu dengan penerapan Jaminan Kesehatan Nasional terutama terkait pembayaran iuran.
(2)      Perilaku sehat harus diupayakan sedemikian rupa agar dijalankan di setiap rumah tangga peserta jaminan sehingga hukum jumlah besar dan perangkuman risiko yang menjadi landasan pola pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional dapat terjaga.
(3)      Health Belief Model dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pendekatan untuk menumbuhkembangkan perilaku sehat diantara peserta jaminan

Rekomendasi
Perlu dirancang penelitian-penelitian yang terkait :
(1)      pelaksanaan perilaku sehat pad peserta jaminan kesehatan baik sebelum ataupun setelah penerapan Jaminan Kesehatan Nasional
(2)      model-model pendekatan yang dapat menumbuhkembangkan perilaku sehat bagi peserta jaminan